Jumat, 29 Mei 2009

Tragedi Al Hallaj

By; Adul Long

Al Husein bin Manshur al-Hallaj dilahirkan sekitar pertengahan Abad ke 3 H. Ayahnya bekerja di produksi/perusahaan pembusaran kapas, demikian pula halnya Husein dala jangka waktu yang relatif lama. Dan itulah yang lengket menjadi nama ketenarannya ‘al-Hallaj’. Pada masa muda, dia giat mempelajari tasawwuf di bawah bimbingan seoarang sufi terkenal ‘Amar al-Makky’ setelah pertemuan singkat dengan Sahal al-Tustury, yg juga salah seorang tokoh sufi terkenal. Dan ‘Khirqah’ (pakaian khas sufi)yang dipakainya merupakan symbol fana dan pelepasan diri dari duniawi menurut jama`ah sufi. Kemudian dia menikah dengan seorang wanita bashrah dan selama hidupnya dianugrahi beberapa orang anak.

Dia juga kemudian menjalin hubungan dengan Junaid, adalah seorang pimpinan sufi masa itu, sampai akhirnya ia mendapatkan ijin dan memiliki murid-murid dan pengikutnya yang ia ungkapkan dalam puisi-puisinya sebagai "Sahabat-sahabat dan kerabat". Ia berbeda pendapat dengan para sufi masanya ketika mulai berbaur dan bergaul dengan khalayak dan pada akhirnya ia menanggalkan khirqah sufi.

Selain itu dia juga sempat keliling ziarah ke negri India dan sekembalinya ke Baghdad menjadi seoarang guru yang menyampaikan nasehat-nasehat dan berbicara tentang "keluh kesah Cintanya", menyebarkan ide-ide reformisnya. Pada sisi lain, dia juga dekat dengan pembesar-pembesar istana dan pejabat sedang di sekelilingnya adalah kumpulan orang-orang fakir. Hidupnya senantiasa penuh dengan penjara dan persidangan-persidangan yang tak kunjung usai. penuh penghormatan dan tuduhan hingga pengadilannya yang terakhir tahun 309 H. di depan Hakim al-Maliky (dari mazhab imam Malik) Abu Umar al-Hamdy disertai dua orang Qadhi (jaksa) masing-masing dari mazhab Syafi`i dan Dari Mazhab Hanafi sebagaimana biasanya persidangan waktu itu.

Al Hallaj meninggalkan beberapa kumpulan puisi tentang keluh kesah cinta sufinya, juga kumpulan prosa puitis dalam buku besarnya yang berjudul "al-Tawaasin". Adalah artikel Massinion "Kecendrungan individual’ dalam kehidupan al Hallaj", dan Kitab "Akhbar al-Hallaj" (berita-berita tentang al-Hallaj) yang diTahqiq (diteliti kembali) dan dikomentari oleh Massinion dan Paul Craws, menggugah saya yntuk memperdalam sejarah kehidupan Mujahid agung ini.

Dalam artikelnya, Massinion setalah penelitian dan pembahasan sejarah yang luas mengisyaratkan/menggaris bawahi peran sosial Hallaj dalam usaha-usaha reformasinya terhadap kenyataan masa itu. massinion juga menisbahkan Hallaj sebagai pengikut mazha Hambali dan ia mengatakan bahwa kelompok syi`ah –diantaranya juga para menteri dan pembesar negara selain khalifah– lah yang menginginkan darahnya.

Isyarat/ terhadap peran sosial sebenarnya juga kita dapatkan dalam sumber-sumber arab klasik. Asthakhry misalnya, mengatakan bahwa Hallaj dekat dan mengambil hati para mentri dan tokoh-tokoh elite Sulthan, para gubernur wilayah, dan pemimpin-pemimpin daerah (jazirah) dan parapengikutnya. Mengambil hati untuk tujuan apa?? Asthakhry tak menyebutkannya.

Namun pada lingkup lain, ada penjelasan tabiat "pengambilan hti ini", seprti penegasan penulis buku "Kasf al-mahjub" bahwa ia melihat di Iraq kelompok yang menamakan dirinya "al-Hallajiyah" (pengikut Hallaj) setelah lebih dari 100 tahun kematian Hallaj. Ini tak jauh beda degan ungkapan al-Ma`arry dalam bukunya "Risalah al-Gufran" bahwa ada suatu kaum di Bagdad yang menanti munculnya al-Hallaj. Mereka berdiam/tinggal di pinggiran sungai Tigris di mana Hallaj disalib, menanti kembalinya Hallaj. Al Ma`arry sendiri wafat 140 tahun setelah penyaliban Hallaj. Dengan demikian, tak diragukan lagi kalau hallaj memang menyibukkan dirinya dengan problematika masyarakatnya. Dan bisa dipastikan sikap Negara terhadapnya tidak lain adalah "vonis" terhadap pemikiran sosialnya ini.

Adapun masalah "pengikut Hambali" dan ketidak senangan Syi`ah terhadapnya masih dipertanyakan. walau Massinion menegaskan demikian, namun tokoh-tokoh lain seperti Gold Thesir, De Boure, dan Adam Mitz tidak membicarakannya. Begitu juga sebagian sumber-sumber Arab klasik tak menyebutkannya. Dan bahkan sebagian lagi malah menyatakan kalau Hallaj adalah pengikut Syi`ah seperti perkataan Asthakhry dari Ibnu Hauqal bawa Hallaj pada awalnya adalah ‘Da`i Fathimiyah". Dan juga pernyataan Ibnu Nadim dalam "al-Fahrasat" bahwa Hallaj awalnya mengajak untuk ikut "Keluarga Muhammad". Dengan demikian, merupakan masalah yang diperselisihkan, karena itu saya gugurkan dari perhitungan saya.

Sebagian besar Tokoh-tokoh dalam drama ini saya ambil dari sejarah. Syubly misalnya, adalah pembesar sufi dan teman Hallaj. Dia juga bersaksi di persidangan dan dialah yang menginterogasi Hallaj ketika sudah diikat di tiang penyaliban dengan potongan ayat Al-Qur`an yang secara harfiyahnya berarti "bukankah sudah kami larang/cegah kamu dari alam ini").

Adalah Ibrahim bin Fatik salah seorang murid dan "pembantu"nya, periwayat sebagian fasal-fasal kitab "Akhbar Al-Hallaj". Adapun dua orang Qadhi, Abu Bakar al-Hamdi adalah salah seorang Qadhi Malikiyah terkenal dekat dengan Istana dan para Khalifah dan Ibnu Suraij adalah Ahli Fiqih besar Mazhab Syafi`i.

Memang saya merevisi format kejadian-kejadian sejarah, khususnya masa-masa yang diliputi ketidak jelasan dan penuh misteri hingga saya khususkan di persidangan terakhir. Adalah pendapat Ibnu Suraij bahwa kebenciannya dan ketidak setujuannya mengadili orang dalam rincian Aqidah dan keyakinannya merupakan pendapat yang cemerlang, muncul di persidangan pertama sehingga harus dilakukan kelanjutan persidangan kedua. walaupun dia –menurut riwayat Massinion sendiri — bukanlah salah seorang Qadhi persidangan saat itu.

Begitu juga sejak pertama kali saya membaca materi yang diriwayatkan tentang Hallaj, saya yakin bahwa banyak dari berita dan cerita serta riwayat Syatahat (Ngawur) dan mukjizatnya terlalu berlebihan. Khususnya, setelah dia wafat, dia dianggap sebagai wali, orang suci, dan Mhadi Muntazar oleh sebagian kaum muslimin. mereka menjadikan bagian dari bukunya "Thawasin" dan puisi-puisinya sebagai untaian wiridan sufi yag selaras dengan tasawwuf dan akidah yang bebas sekalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar